Selasa, 07 Juni 2011

senja yang hangat

Tempat ini selalu mampu membuat ku betah untuk berlama-lama tinggal, bahkan mungkin tak perlu rasanya aku kembali ke hiruk pikuk kota besar itu. Duduk sendiri di teras depan rumah panggung nenek, menikmati sore hari yang hangat sambil menatap lembayung senja, ditemani segelas teh hangat dan beberapa kue berbentuk bulat yang terbuat dari tepung beras. Di teras belakang aku bisa mendengar suara gaduh keluarga ku yang sedang berkumpul sambil berbincang, dan sesekali mereka tertawa riang. Lalu di sekitar halaman rumah yang cukup luas ini bisa ku lihat keponakan-keponakan ku yang berlarian kesana-kemari dengan girangnya. Jelas sekali tak ada beban dari raut wajah mereka yang masih polos. Membuat ku sedikit iri, dan terkadang membuat ku ingin kembali ke masa kecil ku. Hanya saja aku tidak akan pernah sudi jika di ajak kembali ke masa remaja ku.




Bersyukur, karena sore ini aku masih bisa merasakan suasana di kampung halaman ku, tempat yang selalu membuatku rindu dengan segala hal yang ada di sini.... Tapi, besok aku harus segera pulang, meninggalkan tempat ini, meninggalkan kenyamanan ini, meninggalkan semua perasaan yang menenangkan ini..
malas rasanya harus pulang besok :(




Setelah mereguk habis teh manis ku, aku bergegas masuk ke dalam rumah, karena senja semakin gelap. Kita tak akan bisa melihat apa-apa di luar sini, setelah lewat pukul enam sore. Ya, maklum saja di sini masih seperti di dalam hutan jika malam tiba. Di sekeliling rumah kakek dan nenek di penuhi pepohonan, kebun, dan sawah-sawah.


Aku masuk dan menutup pintu depan, sambil membawa gelas dan piring kecil bekas kue, aku berjalan ke dapur. Lalu, aku mendengar suara nenek yang memanggil ku dari dalam kamarnya, aku menyahut dan segera menghampirinya. Lama kami bercerita banyak hal di dalam kamar ini, kamar nenek yang sudah tidak asing lagi bagi ku. Tentu saja, dulu saat umur ku masih 3 tahun, aku tinggal bersama nenek dan kakek, aku makan bersama mereka, tidur pun aku ingin bersama mereka, walaupun sudah di buatkan kamar untuk ku di sebelah kamar nenek. Tentu saja aku masih hapal seluk beluk rumah ini, rumah yang jadi saksi kenakalan ku dulu, nenek yang setiap hari mengomel karena aku sering pergi main jauh ke tengah pepohonan yang rimbun, kadang aku main di sungai sampai masuk angin dan sakit pada malam harinya, sering juga aku memanjat pohon rambutan di samping rumah dan bermain di atasnya seharian. Di tambah dengan aku yang suka main tanah sampai baju ku kotor sekali. Atau aku bersembunyi di tempat penyimpanan beras jika nenek menyuruhku belajar mengaji. Semuanya itu aku lakukan saat kecil, saat masih tinggal bersama nenek, saat aku belum memikul beban kehidupan yang keras, saat aku belum berkenalan dengan masalah....


Di dalam kamar ini, nenek menanyakan banyak hal pada ku, bagaimana hidup ku di kota orang? apa saja yang kulakukan di kota? siapa saja teman-teman ku di kota?
Ku ceritakan bagaimana kehidupan di kota tempat ku tinggal, semuanya ku ceritakan.
Lalu nenek memberi ku nasehat yang tak akan pernah aku lupakan, 

"Cing nyai, omat emak mah ka nyai, cicing di kota batur kudu bisa mandiri, kudu boga harga diri, jeung kudu mawas diri. Tong kabawakeun kanu teu bener diditu, inget hirup di dunia ngan saukur jembatan jang ka akherat, tong silau ku harta banda , da ngan saukur titipan jeung samentara"


Begitulah nasehat yang nenek sampaikan, yang intinya, dia mengingatkan kepadaku, untuk bisa mandiri, punya harga diri, dan bisa jaga diri di manapun berada, dan jangan terlena oleh hiasan dunia, karena semua hanya titipan... Aku mengerti nek, sangat mengerti. Nenek tak usah cemas pada ku, aku anak yang baik, walaupun dulu aku nakal minta ampun :-D
Aku sudah banyak belajar kehidupan dari setiap orang yang ku jumpai.
Aku sudah beranjak dewasa nek, tapi aku masih tetap gadis kecil mu yang nakal :)
Aku akan sangat merindukan kalian, Nenek dan Kakek tercinta.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar